Belbuk.comtoko buku onlineBuku Original021-4202857
Cara PembelianTestimoniPusat BantuanTentang KamiHubungi Kami
Buku    Sejarah, Budaya & Filsafat    Filsafat

Transendensi Feminin: Kesetaraan Gender Menurut Simone de Beauvoir

Berat 0.50
Tahun 2019
Halaman 184
ISBN 9786020387239
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Sinopsis          Buku Sejenis
 
Stok Sedang Kosong
Stok Buku sedang kosong. Apakah Anda ingin diberitahu pada saat stok sudah tersedia?

Pelanggan yang Membeli Buku Ini Juga Membeli Buku Berikut:

Filsafat Sejarah
G.W.F. Hegel
Rp120.000
Matinya Socrates
Plato
Rp36.000
Filsafat dan Sifat Bahasa
David E. Cooper
Rp75.000
Filsafat Ilmu: Cara Mudah Memahami Filsafat Ilmu
Welhendri Azwar
Rp72.000
Lainnya+   

Sinopsis

Transendensi feminin adalah peristilahan langsung dari Simone de Beauvoir dalam karya Le Deuxeme Sex (1949) yang diterjemahkan menjadi The Second Sex (1954). Meskipun dikabarkan terjemahannya cukup bermasalah, inilah buku penting dan pertama mengulas kesetaraan gender, suatu gagasan yang kini kita kenal dalam perbendaharaan bahasa Indonesia.

Demi kesetaraan itu, diperlukan transendensi yang dalam filsafat eksistensialis J.P. Sartre adalah kebebasan dalam eksistensi. Kehadiran manusia sebagai eksistensi memiliki transendensi yang mengatasi imanensi, seperti halnya hubungan antara subjek dan objek, suatu polaritas yang sekaligus berarti transendensi maskulin dan imanensi feminin, aktivitas maskulin dan pasivitas feminin.

Dalam perbedaan gender, perempuan pun ditanggapi berbeda dari pria, menjadi liyan, yang lain, dan menjadi objek pasif bukan subjek aktif. Feminitas pun ditelusuri dalam psikoanalisa sebagai feminine character (V. Klein) pada ulasan Freud, dan psikoanalisa lainnya seperti pada Jung, Adler, Karen, Horney, Helena Deutsch, dan Maslov, akhirnya bermuara pada gagasan eksistensi dengan kebebasan dasariah. Padahal sebagai manusia, perempuan dapat melaksanakan kebebasannya juga demi kesetaraan. Oleh Simone de Beauvoir dijelaskan bahwa transendensi feminin
itu nyaris terwujud secara historis, antropologis, sosiologis, dan empiris psikologis.

Pada hasil Tes Rozenzweig, tampil dengan jelas masculine character yang pada saat frustrasi menjadi extra-punitive (agresif cenderung mengalahkan pihak lain) dan ego-defensive (menyelamatkan martabatnya). Berbeda dengan feminine character, yang cenderung menyalahkan diri sendiri dan merawat silaturahmi.
(Kembali Ke Atas)
Advertisement:
Cuma komentar bisa hasilkan uang dari internet
Website Company Profile 800 ribuan
(Kembali Ke Atas)