Tweet |
Topik:
|
Tak Seorang Pun Gila dalam Hal UangOleh Belbuk.com, 21/03/2025
![]() Beberapa Pelajaran Harus Dialami sebelum DimengertiOrang dari berbagai generasi dibesarkan berbagai orangtua dengan berbagai pendapatan dan menganut berbagai nilai, berada di berbagai bagian dunia, lahir di berbagai tingkat ekonomi, dan memperoleh berbagai pelajaran. Semua orang punya pengalaman unik mengenai cara kerja dunia. Yang kita alami langsung lebih meyakinkan daripada yang kita pelajari secara tidak langsung. Jadi kita semua menjalani hidup dengan menganut satu set nilai mengenai cara kerja uang yang sangat beragam dari orang ke orang. Yang tampak gila bagi bagi kita boleh jadi masuk akal bagi orang lain. Advertisement:
Orang yang tumbuh dalam kemiskinan berpikir mengenai risiko dan imbalan dengan cara-cara yang tak bisa dimengerti anak orang kaya. Orang yang tumbuh ketika inflasi tinggi mengalami sesuatu yang tak pernah dialami orang yang tumbuh ketika harga stabil. Pialang saham yang kehilangan segalanya selama Depresi Besar mengalami sesuatu yang tidak bisa dibayangkan pekerja teknologi yang menikmati kejayaan pada akhir 1990-an. Dan seterusnya. Daftar pengalamannya tak berujung.
Kita tahu hal-hal mengenai uang yang orang lain tak ketahui, begitu juga sebaliknya. Kita menjalani hidup dengan berbagai kepercayaan, tujuan, dan prakiraan yang berbeda dengan orang lain. Itu bukan karena salah satu di antara kita lebih cerdas daripada yang lain atau punya informasi lebih bagus. Itu karena kita menjalani hidup yang berbeda, dibentuk pengalaman yang berbeda tapi sama meyakinkannya. Jadi, orang-orang yang sama pintarnya bisa tak sependapat mengenai bagaimana kita harus menginvestasikan uang, apa yang harus diprioritaskan, berapa banyak risiko yang harus diambil, dan sebagainya. Depresi Besar yang terjadi pada tahun 1930-an memengaruhi jutaan orang Amerika untuk sepanjang sisa hidup mereka. Namun John F. Kennedy, yang pada saat itu dibesarkan di tengah-tengah keluarga kaya, tidak punya pengalaman langsung mengenai depresi tersebut. Kita bisa membaca bagaimana rasanya kehilangan segalanya selama Depresi Besar, namun kita tak punya bekas luka emosional orang-orang yang benar-benar mengalaminya. Dan orang yang mengalaminya tidak bisa mengerti mengapa orang seperti kita dapat berbuat serampangan dalam hal-hal seperti memiliki saham. Kita melihat dunia melalui lensa yang berbeda-beda. Kita semua berpikir tahu cara kerja dunia. Namun kita semua hanya mengalami sebagian kecilnya. Investor Michael Batnick berkata, "Beberapa pelajaran harus dialami sebelum bisa dimengerti." Kita semua korban kebenaran itu dalam berbagai cara. Keputusan Finansial Lebih Banyak Ditentukan oleh Pengalaman HidupPada tahun 2006, ahli ekonomi Ulrike Malmendier dan Stefan Nagel dari National Bureau of Economic Research menggali data 50 tahun Survey of Consumer Finances, sebuah kajian terperinci mengenai apa yang dilakukan orang Amerika dengan uangnya. Dalam teori, orang harus membuat keputusan investasi berdasarkan tujuan dan ciri pilihan investasi yang tersedia bagi mereka saat itu. Namun bukan itu yang orang lakukan. Mereka menemukan bahwa keputusan investasi orang sepanjang hidup sangat terikat oleh pengalaman para investor di generasinya, terutama pengalaman pada awal masa dewasa. Jika orang tumbuh dewasa ketika inflasi tinggi, ia menginvestasikan lebih sedikit uang di obligasi dibanding mereka yang tumbuh ketika inflasi rendah. Jika kebetulan tumbuh dewasa ketika pasar saham kuat, mereka menginvestasikan lebih banyak uangnya di saham dibanding mereka yang tumbuh dewasa ketika saham lesu. Para ahli ekonomi menulis: "Temuan kami menyiratkan bahwa kesediaan investor individual menanggung risiko bergantung pada sejarah pribadi. Bukan kecerdasan, pendidikan, atau kecanggihan, tetapi sekadar nasib kapan di mana mereka lahir." Perbedaan cara orang mengalami uang tidak kecil. Misalnya saham. Jika kita lahir pada tahun 1970 di Amerika Serikat, S&P 500 naik hampir 10 kali lipat sewaktu kita berumur belasan atau dua puluhan tahun. Itu kenaikan luar biasa. Jika kita lahir pada tahun 1950, pasar tidak bergerak naik ataupun turun sewaktu kita berumur belasan atau dua puluhan. Dua kelompok orang, yang dipisahkan nasib berdasarkan tahun kelahiran, menjalani hidup dengan pandangan yang sangat berbeda mengenai cara kerja pasar saham. Demikian juga dengan inflasi. Jika kita lahir di Amerika pada tahun 1960-an, inflasi sewaktu kita berumur belasan atau dua puluhan mendorong harga-harga naik sampai di atas tiga kali lipat. Itu banyak sekali. Orang-orang antre beli bensin dan gaji tidak bernilai sebesar sebelumnya. Namun jika kita lahir pada tahun 1990 di Amerika Serikat, inflasi sangat rendah sepanjang hidup kita sehingga barangkali tidak pernah terpikir oleh kita. Pasar saham lokal di Jerman dan Jepang hancur selama Perang Dunia Kedua. Beberapa daerah dibom habis-habisan. Pada akhir perang, pertanian Jerman hanya memproduksi makanan yang menyediakan seribu kalori per hari bagi warga. Bandingkan itu dengan Amerika Serikat ketika indeks pasar saham melebihi berlipat ganda dari tahun 1941 sampai akhir tahun 1945, dan ekonominya berada dalam keadaan terkuat selama dua dasawarsa. Tidak ada yang seharusnya memperkirakan anggota-anggota berbagai kelompok itu menjalani hidup dengan pikiran yang sama mengenai inflasi, pasar saham, atau uang secara umum. Tidak ada yang seharusnya mengharap mereka bersepakat mengenai apa yang penting, apa yang layak, apa yang mungkin terjadi berikutnya, dan apa jalan terbaik ke depan. Pandangan mereka mengenai uang dibentuk di dunia yang berbeda-beda. Dan ketika itu terjadi, pandangan mengenai uang yang dianggap konyol oleh sekelompok orang bisa masuk akal untuk kelompok lain. Setiap keputusan yang dibuat orang dengan uang dibenarkan dengan menggunakan informasi yang mereka punya pada saat itu, yang dimasukkan ke model mental untuk mengenal cara kerja dunia. Orang bisa salah informasi atau mendapat informasi yang tidak lengkap, tidak jago matematika, dibujuk pemasaran busuk, tak tahu apa yang dilakukan, salah menilai konsekuensi tindakan, dan banyak sekali. Namun, semua keputusan keuangan yang dibuat itu masuk akal bagi mereka pada waktu dibuat dan cocok dengan semua yang harus dicocokkan. Mereka bercerita kepada diri sendiri mengenai apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukannya, dan cerita itu dibentuk pengalaman unik mereka sendiri. Ambil contoh sederhana: tiket lotere. Orang Amerika menghabiskan lebih banyak uang untuk tiket lotere daripada untuk menonton film, musik, acara olahraga, dan buku. Sebagian besar yang membeli tiket lotere adalah orang miskin. Rumah tangga berpendapatan terendah di Amerika rata-rata menghabiskan 412 dolar per tahun untuk tiket lotere. 40% orang Amerika tidak bisa menabung uang 400 dolar untuk dana darurat. Artinya, mereka yang membeli tiket lotere sampai 400 dolar biasanya adalah orang-orang yang berkata tidak bisa menabung uang 400 dolar untuk dana darurat. Mereka membuang jaring pengaman untuk sesuatu yang peluang untung besarnya satu per jutaan orang. Itu tampak gila bagi kita. Namun, kita tidak berada di kelompok berpendapatan terendah tersebut. Jadi, banyak di antara kita yang sukar menangkap secara intuitif penalaran bawah sadar para pembeli tiket lotere berpendapatan rendah. Namun, penalaran bagi mereka adalah bahwa mereka hidup dari gajian ke gajian, dan tidak ada yang tersisa untuk ditabung. Mereka tidak bisa melancong kalau liburan, tidak bisa beli mobil baru, tidak bisa ambil asuransi kesehatan, tidak bisa beli rumah di lingkungan aman. Beli tiket lotere adalah satu-satunya waktu dalam hidup mereka ketika mereka bisa memegang mimpi yang seolah nyata untuk mendapat barang-barang bagus. Mereka membayar mimpi, dan boleh jadi kita tak mengerti karena sudah hidup dalam mimpi itu. Itulah sebabnya mereka membeli lebih banyak tiket lotere daripada kita. Hanya sedikit orang yang membuat keputusan finansial murni dengan perhitungan matematika. Kebanyakan keputusan finansial dibuat di meja makan, atau di rapat perusahaan. Tempat-tempat di mana sejarah pribadi, pandangan unik kita mengenai dunia, ego, kebanggaan, pemasaran, dan insentif aneh bercampur menjadi narasi yang ampuh bagi kita. Kita Masih Baru dalam Hal UangPerkara lain yang penting dan membantu menjelaskan mengapa keputusan mengenai uang sangat sukar dan ada banyak sekali kekeliruan perilaku adalah karena topik mengenai uang memang masih baru. Uang memang sudah ada sejak lama. Raja Alyattis dari Lydia, sekarang bagian Turki, dianggap sebagai pencipta uang resmi pertama pada tahun 600 Sebelum Masehi. Namun, dasar modern keputusan mengenai uang - menabung dan investasi - yang didasari konsep-konsep yang praktis masih sangat baru. Ambil contoh dana pensiun. Pada akhir 2018, ada 27 triliun dolar di rekening-rekening dana pensiun Amerika Serikat yang menjadikannya pendorong utama keputusan menabung dan investasi bagi investor umum. Namun, keseluruhan konsep dan pensiun paling-paling baru berumur dua generasi. Sebelum Perang Dunai Kedua, sebagian besar orang Amerika bekerja sampai mati. Sampai tahun 1940-an, di atas 50% laki-laki berumur 65 tahun ke atas masih bekerja. Social Security bertujuan mengubah keadaan itu. Namun tunjangan yang pertama kali diberikan tidak ada miripnya dengan dana pensiun sungguhan. Baru pada tahun 1980-an marak gagasan bahwa semua orang berhak dan seharusnya mendapat masa pensiun yang nyaman. Dan cara mendapat masa pensiun yang nyaman itu adalah harapan bahwa semua orang akan menabung dan menginvestasikan uang sendiri. Sarana tabungan pensiun utama Amerika baru ada pada tahun 1978. Roth IRA baru ada pada tahun 1998. Kalau disamakan dengan orang, maka dia belum boleh minum minuman beralkohol. Jadi, seharusnya tidak ada yang kaget kalau banyak di antara kita yang payah dalam menabung dan berinvestasi untuk masa pensiun. Kita tidak gila. Kita semua hanya masih baru. Begitu juga dengan dana indeks yang umurnya belum sampai 50 tahun. Dan dana lindung nilai, yang baru mulai dalam 25 tahun belakangan. Bahkan penggunaan utang konsumen secara luas - KPR, kartu kredit, kredit mobil - belum mulai sampai sesudah Perang Dunia Kedua, ketika GI Bill mempermudah jutaan orang Amerika meminjam uang. Anjing dijinakkan 10.000 tahun yang lalu dan masih mempertahankan beberapa perilaku leluhur liarnya. Namun, kita dengan pengalaman baru 20 sampai 50 tahun di sistem keuangan modern berharap sudah sempurna menguasainya. Bagi suatu topik yang sangat dipengaruhi emosi versus fakta, itu masalah. Itu juga membantu menjelaskan mengapa kita tak selalu melakukan apa yang seharusnya kita lakukan dengan uang. Kita semua melakukan hal gila dengan uang, karena kita semua relatif baru dalam permainan ini dan apa yang tampak gila bagi kita boleh jadi masuk akal bagi orang lain. Namun tidak ada yang gila, kita semua membuat keputusan berdasarkan pengalaman unik masing-masing yang tampak masuk akal bagi kita pada saat tertentu. Advertisement:
Jadi, bab "Tak Seorang Pun Gila" dalam buku The Psychology of Money karya Morgan Housel mengajak kita untuk lebih berempati dalam memahami perbedaan perspektif dalam dunia keuangan. Tidak ada seorang pun yang benar-benar gila dalam mengelola uang—mereka hanya bertindak berdasarkan pengalaman dan kondisi yang mereka alami. Dengan memahami hal ini, kita dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan keuangan sendiri dan lebih toleran terhadap pilihan orang lain.
|