Sinopsis
Pembangunan pertanian di Indonesia untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian telah dilakukan melalui program ekstensifikasi, yaitu perombakan hutan dan belukar menjadi tanah pertanian dan percetakan sawah. Selain itu, program intensifikasi juga dilakukan, antara lain melalui penggunaan varietas baru, pemupukan dan penyemprotan pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebihan telah mengakibatkan terjadinya resurgensi populasi hama; resistensi serangga hama terhadap pestisida; terbunuhnya musuh-musuh alami dan organisme nontarget lain; dan munculnya hama-hama baru serta adanya residu bahan racun dalam air, udara, makanan, serta lingkungan secara umum.
Pengendalian hayati merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam program pengendalian hama terpadu. Tujuannya adalah memanfaatkan agen-agen hayati untuk meregulasi populasi hama secara permanen hingga sampai di bawah garis ambang ekonomi tanpa adanya pencemaran zat racun dalam lingkungan.
Sejarah pengendalian hayati untuk hama-hama pertanian menunjukkan bahwa telah banyak program pengendalian hayati, baik secara klasik maupun nonklasik, terutama sejak akhir abad ke-19 telah berhasil dengan baik mengendalikan hama-hama pertanian secara permanen tanpa menggunakan pestisida. Pengendalian secara hayati memang mempunyai kelemahan, namun bila ditangani secara profesional dapat berhasil dengan baik.
Pengertian tentang ekologi populasi terutama menyangkut peran jenis-jenis musuh alami (faktor biotik) dan iklim (faktor abiotik) dalam meregulasi dinamika populasi serangga dan konsep-konsep kualitatif ekologi populasi, karakter-karakter fisik dan hayati musuh-musuh alami penting untuk dipahami dalam mengimplementasikan program pengendalian hayati.
Prosedur atau teknik pengendalian hayati serangga hama maupun gulma harus dimulai dengan penelitian dasar agen-agen hayati dan hama target. Eksplorasi dan importasi musuh-musuh alami harus dilakukan secara sangat saksama sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku di negara asal dan negara pengguna.
Konservasi dan manipulasi lingkungan serta augmentasi musuh-musuh alami merupakan bagian penting dalam program pengendalian hayati. Pengetahuan tentang beberapa hipotesis keberhasilan dan kegagalan dalam program pengendalian hayati perlu untuk dipahami sebagai referensi penting bagi para ahli entomologi terapan. Demikian pula pengetahuan tentang taksonomi, yaitu identifikasi spesies inang dan agen hayati yang tepat juga merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu program pengendalian hayati.
Perkembangan bioteknologi dengan adanya rekayasa genetika membuka peluang yang sangat besar bagi pemanfaatan mikroba dalam program pengendalian hayati. Tanaman transgenik merupakan salah satu hasil dari rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman yang berproduksi tinggi, berkualitas baik, dan tahan terhadap hama atau penyakit tumbuhan.
Dengan semakin gencarnya gerakan lingkungan bersih yang bebas dari zat-zat racun menuntut para ahli untuk mengembangkan program pengendalian hayati gulma dengan memberdayakan agen-agen hayati yang ramah lingkungan dan berkesinambungan.