Seorang dokter atau dokter gigi yang diduga melakukan medikal malpraktek atau perbuatan pelanggaran hukum dalam profesi kedokteran atau kedokteran gigi, maka ia dapat dituntut secara hukum administrasi, hukum perdata, ataupun hukum pidana. Istilah medikal malpraktek ini bagaikan momok yang sangat menakutkan bagi para dokter atau dokter gigi. Bagaikan makan buah simalakama, tidak mau menolong pasien yang sakit (karena takut dituntut medikal malpraktek) dokter atau dokter gigi tersebut dapat dituntut secara pidana, sedangkan jika menolong dan hasilnya tidak memuaskan pasien atau keluarganya, maka ia dapat dituntut medikal malpraktek pula. Terlepas dari benar tidaknya seorang dokter atau dokter gigi yang telah dituduh melakukan medikal malpraktek, maka apabila hal tersebut telah terpublikasi secara meluas melalui mass media, maka hancurlah karier yang telah dirintisnya secara susah payah selama ini. Ia akan ditinggalkan pasien (walau mungkin untuk sementara), dan dapat pula dokter atau dokter gigi tersebut akan mengalami trauma yang berkepanjangan. Medikal malpraktek ini dalam prakteknya terkadang dikaburkan dengan apa yang disebut dengan medikal eror. Sehingga tidak jarang seorang dokter atau dokter gigi yang telah bekerja dengan sangat professional yaitu telah sesuai dengan standar profesi medik, standar pelayanan medis, serta standard operation procedure masih dituntut dengan tuduhan telah melakukan medikal malpraktek. Maka diharapkan bagi dokter atau dokter gigi terutama bagi aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) harus benar-benar memahami criteria atau stndar-standar tersebut, sehingga akan diketahui apakah seorang dokter atau dokter gigi telah melakukan medikal malpraktek atau hanya medikal eror (yang tidak dapat dituntut). Selain seorang dokter atau dokter gigi yang dapat dituntut, maka dokter yang bekerja dalam sebuah team pun dapat dituntut tergantung seberapa besar tanggung jawabnya. Demikian pula dalam konsep hukum modern, rumah sakit sebagai badan hukum tidak dapat berlepas tangan atau dapat pula dipertanggung jawabkan atas tindakan dokter atau dokternya yang bekerja di rumah sakit tersebut. Buku ini penting untuk diketahui bagi mahasiswa hukum dan kedokteran, praktisi hukum dan kedokteran, kalangan teoritis hukum dan kedokteran, maupun masyarakat luas.
BAB I PENDAHULUAM A. Ruang lingkup hukum kedokteran atau hukum kesehatan B. Makna medikal malpraktek C. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi
BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DAN PASIEN A. Asas-asas hukum yang berkaitan dengan hubungan hukum dokter atau dokter gigi dengan pasien B. Hubungan vertikal paternalistik dan hubungan horizontal kontraktual C. Masuk ruang lingkup hukum keperdataan C1. Perikatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien C2. Tuntutan hukum pasien atas tindakan medis dokter atau dokter gigi 1. Wanprestasi atau ingkar janji 2. Perbuatan melawan hukum D. Informed concent E. Kewajiban dan hak dokter atau dokter gigi dalam pelayanan kesehatan F. Kewajiban dan hak pasien atas transaksi terapeutik G. Rahasia kedokteran H. Kekhususan transaksi terapeutik
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN RUMAH SAKIT & DOKTER A. Rumah sakit sebagai badan hukum dapat dipertanggungjawabkan B. Tanggung jawab dokter atau dokter gigi C. Tanggung jawab dokter atas pekerjaan perawat D. Rekam medis (Medical Record) E. Komite medis dan audit medis 1. Komite medis 2. Audit medis
BAB IV PERBEDAAN MALPRAKTEK DENGAN RESIKO MEDIS A. Profesionalisme dokter atau dokter gigi A1. Etika profesi kedokteran atau dokter gigi A2. Standar profesi medis A3. Standar pelayanan medis atau kesehatan A4. Standar operasional prosedur (SOP) B. Malpraktek dokter atau dokter gigi C. Resiko medis dokter atau dokter gigi D. Beberapa hal yang dapat membebaskan dokter atau dokter gigi dari tuntutan hukum
BAB V PENEGAKAN HUKUM A. Makna penegakan hukum dalam penanganan kasus medikal malpraktek B. Penegakan hukum administrasi C. Penegakan hukum perdata C1. Tuntutan atau gugatan berdasarkan wanprestasi C2. Tuntutan atau gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum D. Penegakan hukum pidana D1. KUHP sebagai hukum umum (Lex General) D2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan D3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran E. Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana F. Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Indonesia G. Penggabungan gugatan ganti kerugian pada Hukum Pidana