Sinopsis
Wilayah perbatasan antar-Negara seharusnya menjadi beranda terdepan dari Negara Indonesia, dan tentunya harus memiliki keunggulan dan daya saing yang mampu meningkatkan keunggulan-keunggulan lokal dan regional sehingga wilayah perbatasan memiliki posisi tawar-menawar ketika berhadapan dengan Negara tetangga. Namun, pada kenyataannya, wilayah perbatasan justru menjadi halaman belakang yang tidak terurus, kondisinya miskin insfrastruktur dan masyarakatnya cenderung tertinggal. Sementara itu, wilayah perbatasan Negara tetangga Malaysia dibangun dengan cukup baik, penataan ruang sosial dan ekonominya sangat terintegrasi, penduduk yang mau bekerja dan menetap di wilayah ini disubsidi oleh Negara, sehingga kondisi ekonomi dan kesejahteraannya sejajar dengan penduduk di perkotaan.
Pada posisi Indonesia, wilayah perbatasan Kalimantan Barat-Kapuas Hulu, ruang fisik dan ruang sosialnya belum terintegrasi dengan baik. Akibatnya, sumber daya alam dan sumber daya manusia belum memiliki daya saing. Seharusnya berhadapan dengan Negara tetangga Malaysia, kita harus mampu mengambil peran sebagai pemasok kebutuhan dalam bidang yang tidak dimilikinya.
Wilayah perbatasan juga mengalami krisis air padahal itu sangat dibutuhkan, karena ketersediaan air merupakan kebutuhan utama, baik untuk perkebunan, pertanian, industri, dan kebutuhan rumah tangga. Sumber daya air jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan krisis air di wilayah perbatasan, yang pada ahirnya berimplikasi pada krisis pangan.
Kajian dalam buku ini difokuskan pada analisis terhadap ketahanan air untuk kebutuhan pangan masyarakat dan upaya meningkatkan daya saing wilayah. Pendekatan kajian ini kuasi kualitatif dan kuantitatif dengan output berupa model pemberdayaan masyarakat yang dapat direkomendasikan sebagai kebijakan tata kelola air dan kelembagaan air untuk pangan.