Sinopsis
Perkenalkan, namaku Sunyi. Teman-teman menganggapku pendiam. Mungkin karena ketika tak larut dalam ramai,aku bisa bertemu dan mengenal diriku sendiri. Berbicara dengan Sunyi kerap menjadi kebiasaanku. Tak hanya ketika tiba-tiba merasa sedih, ingin menangis, merasa sendirian kesepian, atau tiba-tiba ingin marah. Aku juga berbicara padanya ketika aku punya segudang pertanyaan. Karena terkadang orang yang aku anggap pintar pun tak bisa menjawabnya.
Apakah yang sebaiknya aku lakukan saat perasaan itu datang? Mengapa ketika aku berusaha tak memikirkannya, bahkan menganggapnya sebagai hal yang remeh, perasaan itu mungkin malah menguat dan kian mengganggu?
Di sini, aku berusaha menuliskan kembali semua perbincanganku bersama Sunyi. Perbincangan yang menjawab banyak pertanyaan. Perbincangan yang menemani perjalanan untuk tetap bahagia di tengah ketidaktahuan.
Karena bersama Sunyi, aku merasa lebih nyaman dengan pola pikir “penerimaan di saat ini”. Tidak terlalu menyesal akan masa lalu yang selalu tidak memberi kabar baru. Tidak begitu bergelisah akan masa depan yang selalu menawarkan ketidakpastian. Mengalir saja bersama cinta.