Sinopsis
Kisah Khadijah, Ummul-Mu`minîn, meninggalkan kesan yang mendalam. Seluruh umat Islam, tak peduli sebesar apa pun perbedaan paham di antara mereka, mereka akan mencintainya sepenuh hati. Betapa tidak? Dia adalah istri pertama Rasulullah Saw., istri yang menjadi rekan di saat-saat paling sulit dalam hidup beliau, istri yang selalu menawarkan cinta dan kasih sayang dalam kondisi apa pun.
Khadijah adalah seorang pedagang sukses. Muhammad, seorang pemuda yang kejujurannya terkenal ke seantero negeri, dipilihnya untuk menangani urusan-urusan perdagangan. Sebuah pilihan yang tepat. Sepasang suami istri dan partner yang berkepribadiaan mulia. Mereka berdua membangun bisnis di atas dasar keadilan dan kedermawanan. Tidak mengherankan jika usaha mereka berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan yang besar.
Pasangan suami istri ini hidup bersama selama 15 tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul. Mereka bahagia dalam hubungan pernikahan yang dilandasi oleh keikhlasan, rasa hormat dan rasa saling mencintai. Allah kemudian menganugerahkan kepada keduanya anak keturunan yang saleh. Dewasa ini, keturunan mereka bisa kita temukan dengan mudah di seluruh penjuru dunia.
Khadijah memiliki otak yang cerdas dan perilaku yang mulia. Dia juga memiliki ketabahan luar biasa —sesuatu yang memungkinkannya menghadapi segenap rintangan dan kesulitan tanpa mengeluh. Dia tak pernah mundur. Seluruh jiwa, raga, upaya dan harta bendanya, dipersembahkan bagi perjuangan meretas jalan menuju tegaknya agama Islam.
Setiap kali Rasulullah mengalami penolakan, celaan, atau hinaan, Khadijah adalah orang pertama yang menghibur, menemani dan meyakinkan beliau. Itu terus berlangsung hingga Khadijah meninggal dunia pada usia 65 tahun, —tepat 10 tahun sejak Muhammad diangkat menjadi rasul.
Tentu saja, masa-masa itu sungguh berat. Kekuatan fisik Khadijah semakin lama semakin menurun. Begitu juga kecantikannya. Tetapi ada sesuatu yang tidak pernah berubah di dalam dirinya: kekuatan spiritual dan kejernihan cinta. Dia selalu dan selamanya beriman kepada Allah serta meyakini kebenaran risalah suaminya, Muhammad.
Rasulullah tidak pernah menikah dengan perempuan lain di masa hidup Khadijah. Beliau menghormati istrinya ini dan tidak pernah mendua dalam cintanya. Begitu berartinya Khadijah bagi beliau, hingga tidak seorang pun yang bisa menggantikan posisinya.
Allah pun menghormati Khadijah. Suatu hari, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah Saw., dan berkata, “Wahai Muhammad! Sebentar lagi, Khadijah akan membawakan makanan dan minuman untukmu. Kalau dia datang, sampaikan kepadanya salam dari Allah dan dariku.”
Rasulullah pun menyampaikannya. Khadijah menjawab dengan rasa syukur. Dia berkata, “Allahlah Pemelihara Kedamaian dan Sumber Segala Damai. Salamku buat Jibril.”
Jawaban itu menunjukkan kecerdasan dan kesucian Khadijah. Dia mengagungkan Allah dan berdoa kepada-Nya agar dianugerahi kedamaian dan keselamatan. Dia juga berterima kasih kepada Jibril yang telah menyampaikan salam dari Allah itu kepadanya.
Dapat dibayangkan betapa tidak tertahankan tugas yang harus diemban Rasulullah jika Khadijah tidak berada di sampingnya. Khadijah berperan besar dalam menjadikan rumah tangga Rasulullah damai dan tenang. Karena itu Allah menjanjikan baginya sebuah rumah di surga yang terbuat dari permata, yang senantiasai diliputi kedamaian, serta jauh dari kebencian dan permusuhan.
“Aku diperintahkan untuk memberi kabar gembira kepada Khadijah bahwa akan dibangun untuknya sebuah rumah di surga yang terbuat dari permata; tak ada hiruk pikuk dan rasa lelah di sana.” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Buku ini adalah sekumpulan pembahasan tentang Khadijah yang disaring dari sekian banyak literatur. Penulis bersyukur kepada Allah atas segala pertolongan dan petunjuk-Nya. Penulis juga berharap agar Allah menerima jerih payah ini dan menganugerahkan kebahagiaan serta ketenangan kepada siapa pun yang membacanya. Aamien.