Sinopsis
Ketika peran dan otoritas negara melemah menyusul euforia reformasi pasca-1998, Majelis Ulama Indonesia (MUI) justru semakin menguat dalam isu-isu politik-keagamaan, terutama dalam praksis kebebasan beragama dan berkeyakinan. Fenomena faktual seputar diskursus keagamaan mutakhir menunjukkan betapa melalui fatwa-fatwanya MUI sukses memainkan peran signifikan dalam dinamika keagamaan kontemporer di Tanah Air.
Melalui fatwa, MUI terus berupaya meneguhkan diri sebagai otoritas keulamaan tunggal dan paling absah menyangkut isu-isu keagamaan. Terhadap isu-isu terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, nalar fatwanya terbukti telah membuat negara nurut dan umat pun tunduk. Signifikansinya terutama memang menegas kuat dalam dinamika praksis kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, tak terkecuali di Jawa Timur. Bagaimana MUI meneguhkan peran sekaligus menghabiskan diri sebagai institusi keulamaan paling otoritatif di Indonesia? Bagaimana MUI mengkonstruksi makna dan melibatkan diri dalam praksis kebebasan beragama dan berkeyakinan—sebagaimana dalam hal ini direpresentasikan MUI Jawa Timur? Lalu, bagaimana implikasinya bagi masyarakat, baik pelaku maupun korban? Karya disertasi ini berikhtiar menyisirnya dari Jawa Timur, sebuah wilayah yang sedari lama disebut-sebut paling toleran, tetapi belakangan terbukti tesis itu mulai terpatahkan ...