Pada prinsipnya taflis dalam hukum Islam dapat dikomparasi dengan kepailitan konvensional, baik dari sisi definisi, persyaratan, karakteristik nasabah dan shahib al-maal, serta treatment penyelesaian. Di samping memiliki titik kesamaan, tapi taflis memiliki perbedaan dengan kepailitan konvensional.
Hukum taflis mengedepankan prinsip tolong menolong (ta’awuni) atas dasar ketauhidan dalam penyelesaian kewajiban nasabah yang taflis. Allah Swt. secara tegas di dalam Al-Quran menjelaskan bahwa jika ada seorang nasabah mengalami al-i’sar, maka berikanlah keringanan sampai ia memiliki kesanggupan untuk memenuhi prestasinya, bahkan jika memungkinkan, tindakan yang lebih baik bagi shahib al-maal adalah melepaskan nasabah dari kewajibannya (al-ibra’). Di samping itu, dalam hukum Islam, muflis perorangan (al-muflis al-syakhshi) juga dikategorikan sebagai al-gharimin yang dapat diberikan distribusi zakat.
Kalaupun harta muflis harus dijual untuk memenuhi prestasinya kepada shahib al-maal, maka hukum Islam menegaskan bahwa kelanjutan hajat hidup muflis tetap harus diperhatikan oleh kurator (wali) dengan tetap menjamin ketersediaan kebutuhan hidupnya yang bersifat primer, meliputi sandang, pangan, papan, dan termasuk peralatan usahanya.
Buku ini menjelaskan perbandingan taflis dengan pailit sehingga memudahkan bagi para penegak hukum melakukan treatment terhadap perkara kepailitan (taflis) menurut hukum Islam dan juga menjelaskan posisi Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI dalam setiap permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi syariah sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Sejarah Hukum Pailit di Indonesia 1
Sebelum Berlakunya Faillisements- Verordening 2
Setelah Berlakunya Faillissements-Verordening (Stb. 1905-217) 3
Setelah Kemerdekaan 4
Pengertian, Asas, dan Tujuan Hukum Kepailitan 8
Pengertian Pailit 8
Stigma Negatif Kepailitan 11
Kepailitan sebagai Penyelesaian Sengketa Utang Piutang 11
Asas-asas Hukum Kepailit an di Indonesia 12
Tujuan dan Prinsip-prinsip Hukum Kepailitan di Indonesia 13
Teori-teori Hukum Kepailitan 17
Teori Hukum Kepailitan 17
Penerapan Teori Hukum Kepailitan di Indonesia 19
BAB 2 KEPAILITAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 21
Kepailitan dalam Hukum Islam 21
Universalitas Hukum Islam 21
Definisi Utang 23
Utang dalam Islam 24
Dasar Hukum dan Definisi Taflis dalam Islam 27
Dasar Hukum Taflis 27
Definisi Taflis 30
Ketentuan Hukum Taflis dalam Islam 35
Syarat Taflis 36
Berakhirnya Status Pailit/Taflis 42
Akibat Hukum Status Taflis 43
Al-Hajru 43
Hukuman Penjara 44
Mekanisme Penjualan Harta Muflis 50
Nasabah Ghaib 60
Treatment Hukum Islam Terhadap Muflis 60
BAB 3 KEPAILITAN (AL-TAFLIS) DALAM PRAKTIK EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA 67
A. Kedudukan Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia 67
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Selanjutnya Disebut UU SBSN) 71
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya Disebut UU Perbankan Syariah) 71
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/ PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah (Selanjutnya Disebut PBI Prinsip Syariah Pada Bank Syariah) 72
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 73
PBI Nomor: 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah (Selanjutnya Disebut PBI tentang UUS) 74
PBI Nomor: 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Syariah (Selanjutnya Disebut PBI tentang BPRS) 74
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 18/ PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Selanjutnya Disebut PMK tentang Asuransi dan Reasuransi Syariah) 75
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah 75
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal (Selanjutnya Disebut POJK tentang Pasar Modal Syariah) 76
POJK Nomor: 33/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah (Selanjutnya Disebut POJK tentang Program Pensiun Syariah) 76
B. Ketentuan Taflis dalam Fatwa DSN-MUI 77
Fatwa-fatwa DSN yang Berhubungan dengan Taflis 77
Kewenangan Peradilan Agama dan PKPU dalam Perkara Taflis Menurut PERMA Nomor 2 Tahun 2008 87
Etika dalam Penyelesaian Taflis Menurut Fatwa DSN 91
c. Syarat-Syarat Terjadinya Kepailitan Menurut Hukum Positif Indonesia 94
Adanya Utang 95
Cukup Satu Utang yang Telah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih 98
Adanya Kreditur Lebih dari Satu 99
Pengajuan Permohonan Pailit 99
Langkah-langkah Pencekalan Terhadap Harta Muflis 107
D. Perkara Pailit dalam Akad Syariah di Indonesia 107
Perkara Pailit dalam Akad Syariah di Indonesia 107
Perkara Nomor: 12/Pdt.Sus-Pailit/2017/ PN.Niaga.SMG 107
Perkara Nomor: 10/Pdt.Sus/PKPU/2013/ PN.NIAGA.JKT.PST Jis. Nomor: 10/Pdt.Sus/ PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST dan Nomor: 421 K/Pdt.Sus-Pailit/2013 109
Persamaan Antara Taflis dengan Kepailitan Konvensional 113
Perbedaan Antara Taflis dengan Kepailitan Konvensional 116
BAB 4 KEPAILITAN (AL-TAFLIS) DAN KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA 121
Kewenangan Pengadilan Agama dalam Perkara Ekonomi Syariah 121
Pasca Lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006 121
Pasca Putusan MK Nomor: 93/PUU-X/2012 127
Korelasi Perkara Taflis dengan Kewenangan Pengadilan Agama 136
Kewenangan Pengadilan Agama Mengadili Taflis 139
Peluang Pengadilan Agama dalam Mengadili Perkara Taflis 139
Tantangan Mengadili Perkara Taflis 148
Pemikiran Tentang Kepailitan Syariah 149